Ratusan nelayan menggelar aksi demo dengan melakukan longmarch dari Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) Tegalsari hingga Kantor DPRD Kota Tegal, Jawa Tengah, Senin, 19 Januari 2015. Selain menuntut mundur Menteri Kelautan dan Perikanan, Susi Pudjiastuti dari jabatannya,nelayan juga meminta Susi mencabut Permen Nomor: 2/PERMEN-KP/2015, tentang Larangan Penggunaan Alat Penangkapan Ikan Pukat Hela (Trawls) dan Pukat Tarik (Seine Nets) di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia. (Adi Mulyadi)
TEGAL – Ratusan nelayan Kota Tegal berunjuk rasa menolak Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 2 Tahun 2015 di kantor Dinas Kelautan dan Perikanan Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) Tegalsari pada Senin, 19 Januari 2015.
Peraturan Menteri yang diundangkan sejak 9 Januari itu melarang penggunaan alat penangkapan ikan pukat hela (trawls) dan pukat tarik (seine nets). Alat penangkapan ikan pukat hela dan tarik dinilai mengakibatkan menurunnya sumber daya ikan dan mengancam kelestarian lingkungan sumber daya ikan.
“Peraturan itu sama saja membunuh nelayan,” kata Ketua Paguyuban Nelayan Kota Tegal (PNKT) Eko Susanto. Eko mengatakan, sekitar 80 persen kapal nelayan di Pantai Utara (Pantura) Jawa Tengah menggunakan alat tangkap cantrang dogol (danish seine). Dalam pasal 4 ayat 2 Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 2 Tahun 2015, dogol termasuk satu dari enam jenis pukat tarik berkapal (boat or vessel seines).
Selain menolak Permen KKP Nomor 2 Tahun 2015, nelayan juga mendesak pemerintah mencabut Peraturan Presiden Nomor 191 Tahun 2014 tentang Penyediaan, Pendistribusian, dan Harga Jual Eceran BBM. “Peraturan itu juga membunuh nelayan karena melarang kapal di atas 30 gross ton (GT) menggunakan solar bersubsidi,” ujar Eko.
Salah satu pemilik kapal asal Kelurahan Tegalsari, Kecamatan Tegal Barat, Tambari, mengatakan selama ini pemerintah memungut retribusi lelang ikan sebesar 2,78 persen. “Padahal ikan yang dilelang itu hasil tangkapan kapal cantrang. Kalau cantrang dianggap ilegal, berarti pemerintah turut serta menjadi penadah,” kata Tambari.
Nelayan asal Tegalsari yang mengaku pernah menjadi anak buah kapal di Eropa, Taryo, menambahkan pemerintah Indonesia terlalu mengekang nelayan. “Di Eropa, nelayan bisa menggunakan solar bersubsidi tanpa membedakan ukuran kapalnya. Harga ikan di Eropa juga ada patokannya, tidak seperti di sini,” kata Taryo.
Dari PPP Tegalsari, ratusan nelayan berarak menuju Kantor DPRD Kota Tegal yang berjarak sekitar dua kilometer. Mereka mendesak para wakil rakyat turut menolak dua aturan baru dari pemerintah yang dinilai menyengsarakan nelayan.
Wakil Ketua DPRD Kota Tegal, Edi Wasmad Susilo mengaku prihatin dengan diundangkannya Peraturan Menteri Nomor 2 Tahun 2015. “Mustinya Menteri Susi mendengar aspirasi nelayan dulu sebelum membuat peraturan itu,” kata Edi.
Rencananya, DPRD Kota Tegal akan merumuskan surat pernyataan menolak Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 2 Tahun 2015 pada Selasa, 20 Januari. Adapun sejumlah perwakilan nelayan akan ke Jakarta untuk menghadiri rapat dengar pendapat di DPR. “Kalau tuntutan kami tidak dipenuhi, kami minta Menteri Susi dicopot saja,” ujar Eko. (leok) |
0 komentar