SEKELUMIT SEJARAH PAWAI ROLASA
Menurut Pembina Yayasan Syiarul Islam Panggung, Kota Tegal Kol (Pur) H Nur Kaukab bin KH Muchlas, dulu Pawai Rolasan dikenal dengan sebutan Pawai Oncor. "Karena semua peserta membawa oncor atau obor dari bambu," katanya.
Ada makna dibalik itu semua. Nyala api oncor melambangkan semangat perjuangan para syuhada kemerdekaan bangsa. Dimana hanya dengan semangat jihad dan bersenjatakan bambu runcing dapat mengusir penjajah dari bumi tercinta Indonesia.
Sedangkan derap langkah yang sama dengan oncor di tiap barisan, mencerminkan semangat persatuan dan kesatuan untuk bersama bersyukur. Dengan cara memantapkan tekad mempertahankan semangat perjuangan syuhada anak bangsa.
Disebutkan, inisiator penyelenggaraan kegiatan tersebut, adalah almarhum KH Muchlas (1886-1964). KH Muchlas dikenal masyarakat Tegal sebagai ulama besar sekaligus pejuang. Dia yang menciptakan pondok tidak hanya sebagai tempat menggali ilmu agama, tapi juga penggemblengan semangat berjuang melawan penjajah.
Santriwan dan santriwati yang belajar di pondok tidak hanya datang dari daerah Tegal dan sekitar saja. Tetapi juga dari luar daerah. Banyak santri yang datang untuk menggali ilmu kanuragan sebagai bekal memperjuangkan kemerdekaan Indonesia.
Gemblengan ilmu lewat madrasah dan zikir di Masjid Panggung, serta olah kanuragan di lapangan kuburan Panggung dan Alun-alun Kota Tegal. "Salah satu komandannya adalah H Abdul Jalil."
Sesudah menyelesaikan pendidikan, para santri dilepas melalui pemantapan semangat berjuang dengan pemberian doa. Tidak hanya itu santri juga diberi segenggam nasi putih sebagai modal awal melaksanakan tugas perjuangan. Doa Bismillah bi’aunillah dan seterusnya yang disampaikan oleh Kiai Muchlas sebagai doa perpisahan selalu dijawab oleh para santri dengan pekik Allahu akbar la haula wa laa quwwata illa billah.
Aktivitas itu saat Clash Belanda II dipantau dan dilaporkan oleh para intel penjajah. Informasi tempat dan posisi Pesantren Panggung diberitahukan oleh mereka. Sehingga dengan tepat Belanda bisa membombardir pondok lewat kapal perang yang merapat di Pelabuhan Tegal.
"Untung hanya terjadi kerusakan kecil di pondok. Upaya Belanda lewat pemboman tidak menurunkan semangat juang para santri, bahkan semakin banyak pejuang yang datang untuk menimba ilmu," sambungnya.
Belanda pun berusaha membunuh para ulama di Tegal, utamanya KH Muchlas beserta keluarga. Tapi itu tidak kesampaian, karena KH Muchlas dan keluarga sudah meninggalkan Kota Tegal menuju Kediri.
Berkat informasi dari seorang santri, KH Muchlas mampu menghindar dari kejaran Belanda dan menyelesaikan perjalanan kepindahannya. "Beliau pergi dengan berjalan kaki, naik kereta api dan kendaraan," beber Kaukab.
Sampai Pondok Pesantren Lirboyo Kediri, KH Muchlas disambut adik iparnya, KH Machrus Aly, yang juga pendiri dan pengasuh Ponpes Lirboyo. Di Kediri, KH Muchlas terus melanjutkan perjuangan melawan Belanda.
Setelah kembali ke Tegal, KH Muchlas melanjutkan pembinaan Ponpes Panggung dan mendirikan Yayasan Syiarul Islam. Sebagai rasa syukur atas kemerdekaan RI dari hasil perjuangan para santri yang tak ubahnya saat Nabi Muhammad SAW berjuang mensyiarkan Islam.
Maka, bertepatan dengan memperingati kelahiran Nabi pada setiap bulan Maulid diadakan Pawai Oncor. "Tradisi ini disamping bertujuan mengingat perjuangan Nabi sekaligus membina semangat juang generasi muda. Motivasi awalnya adalah untuk mengingat perjuangan Nabi, menyukuri kemerdekaan, serta menjaga persatuan bangsa dan ukhuwah Islamiyah," pungkasnya. (adi mulyadi)
0 komentar