Peleburan Aki Bekas
ADA
sebutan yang membumi di sekitar pantai utara (pantura) barat, Jawa Tengah,
yakni 'Tegal Jepang-nya Indonesia'. Sebutan ini disematkan lantaran masyarakat
Tegal mampu mencipta apapun hanya dengan melihat benda yang akan dibuatnya.
Terlebih apabila benda tersebut terbuat dari bahan logam. Karenanya tak heran
bila di Tegal menjamur home industri pengecoran atau peleburan logam. Dari
sekian banyaknya usaha dimaksud, terdapat satu usaha yang dampak pencemaran
terhadap lingkungan dan manusia, melebihi industri logam lainnya. Adalah
peleburan aki bekas yang banyak digeluti warga Desa Pesarean, Kecamatan
Adiwerna. Usaha tersebut tumbuh di tengah permukiman di Pesarean sejak era
60-an. Secara konvensional warga membokar aki bekas dan mengambil elemen
didalamnya yang terbuat dari logam jenis timah hitam atau timbel. Selanjutnya
timbel dilebur dan dicetak menjadi balokan yang dipasarkan untuk industri lain
yang membutuhkan bahan dasar timbel. Dalam sehari satu pengusaha melebur 1,5
kwintal aki bekas dan menjadi balokan timbel 21 kilogram. Kepala Desa Pesarean
menuturkan, peleburan logam menjadi mata pencarian mayoritas warganya secara
turun-temurun. Namun karena prosesnya mengganggu keseimbangan lingkungan,
khususnya peleburan aki bekas yang menyisakan limbah bahan berbahaya dan
beracun (B3). Industri kecil tersebut direlokasi secara besar-besaran pada
2009-2010. Pemerintah setempat mendirikan Perkampungan Industri Kecil (PIK) di
Desa Kebasen yang letaknya satu kilometer di barat Desa Pesarean. Relokasi juga
dilakukan terhadap usaha peleburan logam lainnya. Badan Lingkungan Hidup (BLH)
setempat menyebut, sampai saat ini di PIK Kebasen terdapat 45 pengusaha logam,
tiga diantaranya peleburan aki bekas. (Teks dan Foto : Adi Mulyadi)